BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila adalah dasar filsafat negara
Republik Indonesia yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah eksistensi
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai
macam interpretasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan
tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara
Pancasila.
Berdasarkan kenyataan diatas gerakan
reformasi bertujuan untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu
sebagai dasar Negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui
Ketetapan sidang Istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan
pencabutan P-4 dan sekaligus pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas
bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat
MPR yang diberikan kepada presiden atas kewenangannya untuk membudayakan
Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila.
Dewasa ini kehidupan kenegaraan
Indonesia sistem politik, kedaulatan rakyat, realisasi bentuk negara, sistem
demokrasi, kekuasaan negara, partai politik, serta otonomi daerah, nampak tidak
konsisten dengan dasar filosofis negara yaitu Pancasila. Kedaulatan negara yang
seharusnya diletakkan pada rakyat namun dalam kenyataannya berhenti pada
kekuasaan elit politik negara, penguasa negara, partai politik serta kalangan
kapitalis. Oleh karena itu kiranya merupakan tugas berat kalangan intelektual
untuk mengembalikan sistem negara ini pada demokrasi yang subsansial, demokrasi
yang benar-benar berbasis pada kedaulatan rakyat dan bukannya penguasa politik
serta kapitalis yang oligarkhi ini. Meminjam istilah Soekarno dewasa ini
sebenarnya sistem demokrasi yang diterapkan di negara kita adalah demokrasi tanpa demos, yaitu demokrasi yang tidak berakar pada
kedaulatan rakyat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja landasan pendidikan pancasila ?
2.
Apa tujuan pendidikan pancasila ?
3.
Bagaimana pembahasan pancasila secara ilmiah ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui apa saja landasan pendidikan pancasila.
2.
Mengetahui tujuan pendidikan pancasila.
3.
Mempelajari pembahasan pancasila secara ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan
Pendidikan Pancasila
1. Landasan
Historis.
Bangsa indonesia terbentuk melalui suatu
proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya,
Majapahit, sampai datangnya bangsa lain yang mejajah serta menguasai bangsa
Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya
berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka,
mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta
filsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang didalamnya
tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa
lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang
sederhana namun mendalam, yang meliputi lima prinsip (lima sila) yang kemudian
diberi nama Pancasila.
Dalam hidup berbangsa bernegara dewasa
ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus
memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di
tengah-tengah masyarakat internasional. Dengan kata lain bangsa Indonesia harus
memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana
bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran
berbangasa dan bernegara yang berkar pada sejarah bangsa.
Jadi secara historis bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan
menjadi dasar Negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh
bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal niali-nilai Pancasila tersebut tidak
lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Oleh karena itu baerdasarkan
fakta objektif secara hidtoris kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar pengertian dan alasan
historis inilah maka sangat penting bagi generasi penerus bangsa terutama
kalangan intelektual kampus untuk mengkaji, memahami, dan mengembangkan
berdasarkan pendekatan ilmiah, yang pada gilirannya akan memiliki suatu
kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang
dimilikinya sendiri. Materi inilah yang dalam kurikulum internasional disebut civic education, yaitu mata kuliah yang membahas tentang national philosophy bangsa Indonesia.
Hal ini harus dipahami oleh seluruh generasi penerus bangsa, karena bangsa
Indonesia secara historis memiliki nilai-nilai kebudayaan, adat-istiadat serta
nilai-nilai keagamaan yang secara historis melekat pada bangsa.
2. Landasan
Kultural.
Setiap bangsa di dunia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan
hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam
kancah pergaulan masyarakat internasional. Setiap bangsa memiliki ciri khas
serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara komunisme dan
liberalisme meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep ideologi
tertentu, misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada suatu konsep
pemikiran Karl Marx.
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain,
bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa
itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konseptual seseorang
saja melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang
diangkat dari nila-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri
melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara seperti Soekarno, M.
Yamin, M. Hatta, Soepomo serta para tokoh pendiri negara lainnya.
Satu-satunya karya besar bangsa
Indonesia yang sejajar dengan karya besar bangsa lain di dunia ini adalah hasil
pemikiran tentang bangsa dan negara yang mendasarkan pandangan hidup suatu
prinsip nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila. Oleh karena itu para
generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya
untuk mendalami secara dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan
tuntunan zaman.
3. Landasan
Yuridis.
Landasan yuridis perkuliahan Pendidikan
Pancasila di pendidikan tinggi tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa sistem
pendidikan nasional berdasarkan Pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa
secara materil Pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional.
Undang-Undang PT No. 12 Tahun 2012 Pasal
35 ayat (3) secara eksplisit dicantumkan bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi
wajib memuat Mata Kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan serta Bahasa Indonesia.
Dengan demikian perkuliahan Pancasila memiliki landasan yuridis, sebagaimana
termuat dalam Udang-Undang No. 12 Tahun 2012.
Selain itu mata kuliah pancasila adalah
mata kuliah yang mendidik warga negara untuk mengetahui, memahami dan
merealisasikan nila-nilai Pancasila baik sebagai dasar filsafat negara maupun
sebagai ideologi bangsa dan negara. Oleh karena itu perkuliahan Pancasila dilakukan
untuk membentuk karakter bangsa dengan menanamkan nila-nilai kebangsaan, serta
kecintaan terhadap tanah air yang dalam kurikulum internasional disebut sebagai
civic education, citizenship education.
Dalam SK Dirjen Dikti No.
43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah
untuk memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara
konsisten mampu mewujudkan nila-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan
cinta tanah air dalam menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Jadi sesuai dengan SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, tersebut
maka Pendidikan Kewarganegaraan adalah berbasis
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia. Berdasarkan
ketentuan tersebut maka secara material melalui Pendidikan Kewarganegaraan,
Pendidikan Pancasila bahkan Filsafat Pancasila adalah wajib diberikan di
pendidikan tinggi, dan secara eksplisit terdapat dalam rambu-rambu pendidikan
kepribadian.
4. Landasan
Filosofis.
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat
negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia. Oleh karena itu sudah
merupakan suatu keharusan moral untuk secara untuk secara konsisten merealisasikannya
dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini
berdasarkan pada suatu kenyataan secara filosofis dan objektif bahwa bangsa
Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan pada nilai-nilai
yang tertuang dalam sila-sila Pancasila yang secara filosofis merupakan
filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara.
Secara filosofis, bangsa Indonesia
sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan
berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak
suatu negara adalah adanya persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan
unsur poko negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan
berkerakyatan. Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar ontologis
demokrasi, karena rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara dan sekaligus
sebagai unsur pokok negara.
Atas dasar pengertian filosofis tersebut
maka dalam hidup bernegara nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat
Negara. Konsekuensinya dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus
bersumber pada nila-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan
termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa
Pancaslia merupakan sumber nila dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam
pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan
dan keamanan.
B. Tujuan
Pendidikan Pancasila
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti No.
43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa tujuan materi Pancasila dalam rambu-rambu
Pendidikan Kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama,
kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, memantapkan kepribadian mahasiswa
agar secara konsisten mampu mewujudkan nila-nilai dasar Pancasila, rasa
kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab dan
bermoral.
Tujuan pendidikan diartikan sebagai
seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab yang berorientasi pada
kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing. Kompetensi lulusan
pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung
jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada
kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung
jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika
ataupun kepatuhan agama serta budaya.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk
menghasilkan peserta didik yang berperilaku, (1) memiliki kemampuan untuk
mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuia sengan hati nuraninya, (2)
memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta
cara-cara pemecahannya, (3) mengenali perubahan-perubahan dab perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, serta (4) memiliki kamampuan untuk memaknai
peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan
Indonesia.
Melalui Pendidikan Pancasila,warga
negara Republik Indonesia diharap mampu memahami, menganalisis dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan
dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
C. Pembahasan
Pancasila secara Ilmiah
Pembahasan Pancasila termasuk filsafat
Pancasila, sebagai suatu kajian ilmiah, harus memenuhi syarat-syarat ilmiah
sebagaimana dikemukakan oleh I.R. Poedjowijatno dalam bukunya ‘Tahu dan Pengetahuan’ yang merinci
syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat Universal
1. Berobjek.
Syarat pertama bagi suatu pengetahuan
yang memenuhi syarat ilmiah adalah bahwa semua ilmu pengetahuan itu harus
memiliki objek. Oleh karena itu pembahsan Pancasila secara ilmiah harus
memiliki objek, yang didalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam
yaitu ‘objek forma’ dan ‘objek materia’.
Objek forma. Pancasila
adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila, atau dari sudut
pandang apa Pancasila itu dibahas. Pada hakikatnya Pancasila dapat dibahas dari
berbagai macam sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ‘moral’ maka terdapat bidangn pembahasan ‘moral Pancasila’, dari
sudut pandang ‘ekonomi’ maka terdapat
bidang pembahasan ‘ekonomi Pancasila’,
dari sudut pandang ‘pers’ maka
terdapat bidang pembahsan’pers Pancasila’,
dari sudut pandang ‘hukum dan kenegaraan’,
maka terdapat bidang pembahasan ‘Pancasila
Yuridis Kenegaraan’, dari sudut pandang ‘filsafat’,
maka terdapat bidang pembahasan ‘filsafat
Pancasila’ dan lain seabainya.
Objek materia. Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran
pembahsan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun
nonempiris. Pancasila adalah merupakan hasil budaya bangsa Indonesia, bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila atau sebagai asal mula nilai-nilai
Pancasila.Oloh karena itu objek materia pembahasan Pancasila adalah bangsa
Indonesia dengan segala aspek budayanya, dalam bermasyarakat berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu objek materia pembahasan Pancasila adalah dapat
berupa hasil budaya bangsa Indonesia yang berupa, lembaran sejarah, bukti-bukti
sejarah, benda-benda sejarah, benda-benda budaya, lembaran negara, lembaran
hukum maupun naskah-naskah kenegaraan lainnya, maupun adat-istiadat bangsa
Indonesia sendiri. Adapun objek yang bersifat nonempiris antara lain meliputi
nilai-nilai budaya, nilai moral, serta nila-nilai religius yang tercermin dalam
kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, bebangsa
dan bernegara.
2. Bermetode.
Setiap pengetahuan ilmiah harus memiliki
metode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka pembasan
Pancasila untuk mendapat suatu kebenaran yang bersifat objektif. Metode dalam
pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik objek forma maupun
objek materia Pancasila. Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah
metode ‘analitico syntetic’ yaitu
suatu perpaduan metode analisis dan sintetis. Oleh karena objek Pancasila
banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan objek sejarah oleh karena itu
lazim digunakan metode’hermeneutika’,
yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik objek, demikian juga metode ‘analitika bahasa’, serta metode ‘pemahaman, penafsiran, dan interpretasi;, dan metode-metode
tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan
kesimpulan.
3. Bersistem.
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan
suatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah itu harus
merupakan suatu kesatuan, antara bagian-bagian itu saling berhubungan, baik
berupa hubungan intrerelasi (saling hubungan), maupun interdependesi (saling
ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu
kesatuan dan keutuhan, bahkan Pancasila itu sendiri dalam dirinya sendiri
adalah merupakan suatu kesatuan dan keutuhan ‘majemuk tunggal’ yaitu kelima
sila itu baik rumusannya, inti dan isi dari sila-sila Pancasila itu adalah
merupakan suatu kesatuan dan kebulatan. Pembahasan Pancasila secara ilmiah
dengan sendirinya sebagai suatu sistem dalam dirinya sendiri yaitu pada
Pancasila itu sendiri sebagai objek pembahasan ilmiah senantiasa bersifat
koheren (runtut), tanpa adanya suatu pertentangan didalamnya, sehingga
sila-sila Pancasila itu sediri adalah merupakan suatu kesatuan yang sistematik.
4. Bersifat
Universal.
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus
bersifat universal, artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, ruang,
keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah tertentu. Dalam kaitannya dengan kajian
Pancasila hakikat ontologis nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal,
atau dengan lain perkataan inti sari, essensi atau makna yang terdalam dari
sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah bersifat universal.
Tingkatan
Pengetahuan Ilmiah
Untuk mengetahui lingkup kajian
Pancasila serta kompetensi pengetahuan dalam membahas Pancasila secara ilmiah,
maka perlu diketahui tingkatan pengetahuan ilmiah sebagaimana halnya pada
pengkajian pengetahuan-pengetahuan lainnya. Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam
masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih
menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan
ilmiah tersebut, sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai berikut
ini.
Pengetahuan
deskriptif suatu pertanyaan
‘bagaimana’
Pengetahuan
kausal suatu
pertanyaan ‘mengapa’
Pengetahuan
normatif suatu
pertanyaan ‘ke mana’
Pengetahuan
essensil suatu
pertanyaan ‘apa’
1. Pengetahuan Deskriptif
Dengan menjawab
suatu pertanyaan ilmiah ‘bagaimana’, maka akan diperoleh suatu pengetahuan
ilmiah yang bersifat deskriptif.
Pengetahuan macam ini adalah suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu
keterangan, penjelasan secara objektif, tanpa adanya unsur subjektivitas. Dalam
mengkaji Pancasila secara objektif, kita harus menerangkan, menjelaskan serta
menguraikan Pancasila secara objektif sesuai dengan kenyataan Pancasila itu
sendiri sebagai hasil budaya bangsa Indonesia. Kajian Pancasila secara
deskriptif ini antara lain berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila,
nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsi Pancasila,
misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai
kepribadian bangsa, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia,
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia dan lain sebagainya.
2. Pengetahuan
Kausal
Dalam suatu ilmu pengetahuan upaya untuk memberikan
suatu jawaban dari pertanyaan ilmiah ‘mengapa’, maka akan diperoleh suatu jenis
pengetahuan ‘klausal’, yaitu suatu
pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab dan akibat. Dalam kaitanya
dengan kajian tentang Pancasila maka tingkatan pengetahuan sebab-akibat
berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi
empat kausa yaitu : kausa materialis,
kausa formalis, kausa effisien dan kausa
finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai.
Yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma dalam negara, sehingga
konsekuensinya dalam segala realisasi dan penjabarannya senantiasa berkaitan
dengan hukum kausalitas.
3. Pengetahuan Normatif
Tingkata
pengetahuan ‘normatif’ adalah sebagai
hasil dari pertanyaan ilmiah ‘ke mana’. Pengetahuan normatif senatiasa
berkaitan dengan suatu ukuran, parameter, serta norma-norma. Dalam membahas
Pancasila tidak cukup hanya berupa hasil deskripsi atau hasil kausalitas
belaka, melainkan perlu untuk dikaji norma-normanya, karena Pancasila itu untuk
diamalkan, direalisasikan, serta dikongkritisasikan. Untuk itu harus memiliki
norma-norma yang jelas, terutama dalam kaitannya dengan norma hukum, kenegaraan
serta norma-norma moral.
Dengan kajian normatif ini maka kita dapat
membedakan secara normatif realisasi atau pengalaman Pancasila yang seharusnya
dilakukan atau ‘dasollen’ dari
Pancasila. Dan realisasi Pancasila dalam kenyataan faktualnya atau ‘das sein’ dari Pancasila yang senatiasa
berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan zaman.
4. Pengetahuan Essensial
Dalam
ilmu pengetahuan upaya untuk memberikan suatu jawaban atas pertanyaan ilmiah
‘apa’, maka akan diperoleh suatu tingkatan pengetahuan yang ‘esensial’. Pengetahuan essensial adalah
tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu suatu
pertanyaan tentang hakikat segala sesuatu dan hal ini dikaji dalam bidang ilmu
filsafat. Oleh karena itu kajian Pancasila secara esensial pada hakikatnya
untuk mendapat suatu pengetahuan tentang inti sari atau makna yang terdalam
dari sila-sila Pancasila, atau secara ilmiah filosofis untuk mengkaji hakikat
sila-sila Pancasila.
Lingkup
Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila sebagai objek pembahasan
ilmiah memiliki ruang lingkup yang sangat luas, tergantung pada objek forma
alaii ialah sudut pandang pembahasannya masing-masing. Pancasila dibahas dari
sudut pandang moral atau etika maka lingkup pembahasannya meliputi ‘etika Pancasila’ dibahas dari bidang
ekonomi kita dapatkan bidang ‘ekonomi
Pancasila’, dari sudut pandang nila
‘aksiologi Pancasila’, dari sudut pandang pers ‘pers Pancasila’, dari sudut pandang epistemologi ‘epistemologi Pancasila’, dari sudut
pandang filsafat ‘filsafat Pancasila’,
adapun bilamana Pancasila dibahas dari sudut pandang yuridis kenegaraan maka
kita dapatkan bidang ‘Pancasila yuridis
kenegaraan’. Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasial
dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia , sehingga meliputi
pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan, realisasi Pancasila dalam segala
aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum
maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Tingkatan
pengetahuan inilah dalam pembahsan Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi
tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal,
dan normatis, adapun tingkatan
pengetahuan ilmiah essensial dibahas
dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu
membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Landasan pendidikan Pancasila secara
khusus terdiri dari :
1. Landasan Historis
2. Landasan Kultural
3. Landasan Yuridis
4. Landasan Filosofis
Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat
tindakan intelektual yang penuh tanggung jawab yang berorientasi pada
kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing
– masing.
B.
Saran-saran
Sebagai mahasiswa, penurus bangsa sebaikanya kita
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar apa yang
diharapakan oleh pahlawan-pahlawan terdahulu dapat terwujud dan pengorbanan
mereka tidak sia-sia.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaelan,
2014, Pendidikan Pancasila, Paradigma,
Yogyakarta