Rabu, 09 November 2016

Makalah Landasan Pendidikan Pancasila



BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila.


Berdasarkan kenyataan diatas gerakan reformasi bertujuan untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar Negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan sidang Istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada presiden atas kewenangannya untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila.


Dewasa ini kehidupan kenegaraan Indonesia sistem politik, kedaulatan rakyat, realisasi bentuk negara, sistem demokrasi, kekuasaan negara, partai politik, serta otonomi daerah, nampak tidak konsisten dengan dasar filosofis negara yaitu Pancasila. Kedaulatan negara yang seharusnya diletakkan pada rakyat namun dalam kenyataannya berhenti pada kekuasaan elit politik negara, penguasa negara, partai politik serta kalangan kapitalis. Oleh karena itu kiranya merupakan tugas berat kalangan intelektual untuk mengembalikan sistem negara ini pada demokrasi yang subsansial, demokrasi yang benar-benar berbasis pada kedaulatan rakyat dan bukannya penguasa politik serta kapitalis yang oligarkhi ini. Meminjam istilah Soekarno dewasa ini sebenarnya sistem demokrasi yang diterapkan di negara kita adalah demokrasi tanpa demos,  yaitu demokrasi yang tidak berakar pada kedaulatan rakyat.

 

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja landasan pendidikan pancasila ?

2. Apa tujuan pendidikan pancasila ?

3. Bagaimana pembahasan pancasila secara ilmiah ?


C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa saja landasan pendidikan pancasila.

2. Mengetahui tujuan pendidikan pancasila.

3. Mempelajari pembahasan pancasila secara ilmiah.





























BAB II

PEMBAHASAN


A. Landasan Pendidikan Pancasila


1. Landasan Historis.


Bangsa indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit, sampai datangnya bangsa lain yang mejajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang didalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.

Dalam hidup berbangsa bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Dengan kata lain bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangasa dan bernegara yang berkar pada sejarah bangsa.


Jadi secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal niali-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Oleh karena itu baerdasarkan fakta objektif secara hidtoris kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar pengertian dan alasan historis inilah maka sangat penting bagi generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus untuk mengkaji, memahami, dan mengembangkan berdasarkan pendekatan ilmiah, yang pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri. Materi inilah yang dalam kurikulum internasional disebut civic education,  yaitu mata kuliah yang membahas tentang national philosophy bangsa Indonesia. Hal ini harus dipahami oleh seluruh generasi penerus bangsa, karena bangsa Indonesia secara historis memiliki nilai-nilai kebudayaan, adat-istiadat serta nilai-nilai keagamaan yang secara historis melekat pada bangsa.


2. Landasan Kultural.


Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional. Setiap bangsa memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara komunisme dan liberalisme meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep ideologi tertentu, misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada suatu konsep pemikiran Karl Marx.


Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nila-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara seperti Soekarno, M. Yamin, M. Hatta, Soepomo serta para tokoh pendiri negara lainnya.


Satu-satunya karya besar bangsa Indonesia yang sejajar dengan karya besar bangsa lain di dunia ini adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan negara yang mendasarkan pandangan hidup suatu prinsip nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila. Oleh karena itu para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami secara dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntunan zaman.


3. Landasan Yuridis.


Landasan yuridis perkuliahan Pendidikan Pancasila di pendidikan tinggi tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa sistem pendidikan nasional berdasarkan Pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa secara materil Pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional.


Undang-Undang PT No. 12 Tahun 2012 Pasal 35 ayat (3) secara eksplisit dicantumkan bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Mata Kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan  serta Bahasa Indonesia. Dengan demikian perkuliahan Pancasila memiliki landasan yuridis, sebagaimana termuat dalam Udang-Undang No. 12 Tahun 2012.


Selain itu mata kuliah pancasila adalah mata kuliah yang mendidik warga negara untuk mengetahui, memahami dan merealisasikan nila-nilai Pancasila baik sebagai dasar filsafat negara maupun sebagai ideologi bangsa dan negara. Oleh karena itu perkuliahan Pancasila dilakukan untuk membentuk karakter bangsa dengan menanamkan nila-nilai kebangsaan, serta kecintaan terhadap tanah air yang dalam kurikulum internasional disebut sebagai civic education, citizenship education.


Dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk  memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nila-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi sesuai dengan SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, tersebut maka Pendidikan Kewarganegaraan adalah berbasis Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka secara material melalui Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Pancasila bahkan Filsafat Pancasila adalah wajib diberikan di pendidikan tinggi, dan secara eksplisit terdapat dalam rambu-rambu pendidikan kepribadian.


4. Landasan Filosofis.


Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara untuk secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan secara filosofis dan objektif bahwa bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara.


Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang  Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara adalah adanya persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsur poko negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar ontologis demokrasi, karena rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara dan sekaligus sebagai unsur pokok negara.


Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka dalam hidup bernegara nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat Negara. Konsekuensinya dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nila-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancaslia merupakan sumber nila dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.





B. Tujuan Pendidikan Pancasila


Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa tujuan materi Pancasila dalam rambu-rambu Pendidikan Kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nila-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral.


Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun kepatuhan agama serta budaya.


Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berperilaku, (1) memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuia sengan hati nuraninya, (2) memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya, (3) mengenali perubahan-perubahan dab perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta (4) memiliki kamampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.


Melalui Pendidikan Pancasila,warga negara Republik Indonesia diharap mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.


C. Pembahasan Pancasila secara Ilmiah


Pembahasan Pancasila termasuk filsafat Pancasila, sebagai suatu kajian ilmiah, harus memenuhi syarat-syarat ilmiah sebagaimana dikemukakan oleh I.R. Poedjowijatno dalam bukunya ‘Tahu dan Pengetahuan’ yang merinci syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :


1. Berobjek

2. Bermetode

3. Bersistem

4. Bersifat Universal


1. Berobjek.

Syarat pertama bagi suatu pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah adalah bahwa semua ilmu pengetahuan itu harus memiliki objek. Oleh karena itu pembahsan Pancasila secara ilmiah harus memiliki objek, yang didalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam yaitu ‘objek forma’ dan ‘objek materia’.


Objek forma. Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila, atau dari sudut pandang apa Pancasila itu dibahas. Pada hakikatnya Pancasila dapat dibahas dari berbagai macam sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ‘moral’ maka terdapat bidangn pembahasan ‘moral Pancasila’, dari sudut pandang ‘ekonomi’ maka terdapat bidang pembahasan ‘ekonomi Pancasila’, dari sudut pandang ‘pers’ maka terdapat bidang pembahsan’pers Pancasila’, dari sudut pandang ‘hukum dan kenegaraan’, maka terdapat bidang pembahasan ‘Pancasila Yuridis Kenegaraan’, dari sudut pandang ‘filsafat’, maka terdapat bidang pembahasan ‘filsafat Pancasila’ dan lain seabainya.


Objek materia. Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran pembahsan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun nonempiris. Pancasila adalah merupakan hasil budaya bangsa Indonesia, bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila atau sebagai asal mula nilai-nilai Pancasila.Oloh karena itu objek materia pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budayanya, dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu objek materia pembahasan Pancasila adalah dapat berupa hasil budaya bangsa Indonesia yang berupa, lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah, benda-benda budaya, lembaran negara, lembaran hukum maupun naskah-naskah kenegaraan lainnya, maupun adat-istiadat bangsa Indonesia sendiri. Adapun objek yang bersifat nonempiris antara lain meliputi nilai-nilai budaya, nilai moral, serta nila-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, bebangsa dan bernegara.


2. Bermetode.

Setiap pengetahuan ilmiah harus memiliki metode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka pembasan Pancasila untuk mendapat suatu kebenaran yang bersifat objektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik objek forma maupun objek materia Pancasila. Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah metode ‘analitico syntetic’ yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintetis. Oleh karena objek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan objek sejarah oleh karena itu lazim digunakan metode’hermeneutika’, yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik objek, demikian juga metode ‘analitika bahasa’, serta metode ‘pemahaman, penafsiran, dan interpretasi;, dan metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.


3. Bersistem.

Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah itu harus merupakan suatu kesatuan, antara bagian-bagian itu saling berhubungan, baik berupa hubungan intrerelasi (saling hubungan), maupun interdependesi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, bahkan Pancasila itu sendiri dalam dirinya sendiri adalah merupakan suatu kesatuan dan keutuhan ‘majemuk tunggal’ yaitu kelima sila itu baik rumusannya, inti dan isi dari sila-sila Pancasila itu adalah merupakan suatu kesatuan dan kebulatan. Pembahasan Pancasila secara ilmiah dengan sendirinya sebagai suatu sistem dalam dirinya sendiri yaitu pada Pancasila itu sendiri sebagai objek pembahasan ilmiah senantiasa bersifat koheren (runtut), tanpa adanya suatu pertentangan didalamnya, sehingga sila-sila Pancasila itu sediri adalah merupakan suatu kesatuan yang sistematik.


4. Bersifat Universal.

Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah tertentu. Dalam kaitannya dengan kajian Pancasila hakikat ontologis nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal, atau dengan lain perkataan inti sari, essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah bersifat universal.


Tingkatan Pengetahuan Ilmiah

Untuk mengetahui lingkup kajian Pancasila serta kompetensi pengetahuan dalam membahas Pancasila secara ilmiah, maka perlu diketahui tingkatan pengetahuan ilmiah sebagaimana halnya pada pengkajian pengetahuan-pengetahuan lainnya. Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah tersebut, sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai berikut ini.


Pengetahuan deskriptif                           suatu pertanyaan ‘bagaimana’

Pengetahuan kausal                                 suatu pertanyaan ‘mengapa’

Pengetahuan normatif                             suatu pertanyaan ‘ke mana’

Pengetahuan essensil                                suatu pertanyaan ‘apa’





1. Pengetahuan Deskriptif 


Dengan menjawab suatu pertanyaan ilmiah ‘bagaimana’, maka akan diperoleh suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat deskriptif. Pengetahuan macam ini adalah suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan secara objektif, tanpa adanya unsur subjektivitas. Dalam mengkaji Pancasila secara objektif, kita harus menerangkan, menjelaskan serta menguraikan Pancasila secara objektif sesuai dengan kenyataan Pancasila itu sendiri sebagai hasil budaya bangsa Indonesia. Kajian Pancasila secara deskriptif ini antara lain berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsi Pancasila, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai kepribadian bangsa, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia dan lain sebagainya.


2. Pengetahuan Kausal


Dalam suatu ilmu pengetahuan upaya untuk memberikan suatu jawaban dari pertanyaan ilmiah ‘mengapa’, maka akan diperoleh suatu jenis pengetahuan ‘klausal’, yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab dan akibat. Dalam kaitanya dengan kajian tentang Pancasila maka tingkatan pengetahuan sebab-akibat berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi empat kausa yaitu : kausa materialis, kausa formalis, kausa effisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai. Yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma dalam negara, sehingga konsekuensinya dalam segala realisasi dan penjabarannya senantiasa berkaitan dengan hukum kausalitas.

3. Pengetahuan Normatif

Tingkata pengetahuan ‘normatif’ adalah sebagai hasil dari pertanyaan ilmiah ‘ke mana’. Pengetahuan normatif senatiasa berkaitan dengan suatu ukuran, parameter, serta norma-norma. Dalam membahas Pancasila tidak cukup hanya berupa hasil deskripsi atau hasil kausalitas belaka, melainkan perlu untuk dikaji norma-normanya, karena Pancasila itu untuk diamalkan, direalisasikan, serta dikongkritisasikan. Untuk itu harus memiliki norma-norma yang jelas, terutama dalam kaitannya dengan norma hukum, kenegaraan serta norma-norma moral.

Dengan kajian normatif ini maka kita dapat membedakan secara normatif realisasi atau pengalaman Pancasila yang seharusnya dilakukan atau ‘dasollen’ dari Pancasila. Dan realisasi Pancasila dalam kenyataan faktualnya atau ‘das sein’ dari Pancasila yang senatiasa berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan zaman.

4. Pengetahuan Essensial

Dalam ilmu pengetahuan upaya untuk memberikan suatu jawaban atas pertanyaan ilmiah ‘apa’, maka akan diperoleh suatu tingkatan pengetahuan yang ‘esensial’. Pengetahuan essensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu suatu pertanyaan tentang hakikat segala sesuatu dan hal ini dikaji dalam bidang ilmu filsafat. Oleh karena itu kajian Pancasila secara esensial pada hakikatnya untuk mendapat suatu pengetahuan tentang inti sari atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila, atau secara ilmiah filosofis untuk mengkaji hakikat sila-sila Pancasila.


Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan

Pancasila sebagai objek pembahasan ilmiah memiliki ruang lingkup yang sangat luas, tergantung pada objek forma alaii ialah sudut pandang pembahasannya masing-masing. Pancasila dibahas dari sudut pandang moral atau etika maka lingkup pembahasannya meliputi ‘etika Pancasila’ dibahas dari bidang ekonomi kita dapatkan bidang ‘ekonomi Pancasila’, dari sudut pandang nila ‘aksiologi Pancasila’, dari sudut pandang pers ‘pers Pancasila’, dari sudut pandang epistemologi ‘epistemologi Pancasila’, dari sudut pandang filsafat ‘filsafat Pancasila’, adapun bilamana Pancasila dibahas dari sudut pandang yuridis kenegaraan maka kita dapatkan bidang ‘Pancasila yuridis kenegaraan’. Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasial dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia , sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan, realisasi Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.


Tingkatan pengetahuan inilah dalam pembahsan Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal, dan normatis, adapun tingkatan pengetahuan ilmiah essensial dibahas dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.





















































BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Landasan pendidikan Pancasila secara khusus terdiri dari :

1. Landasan Historis

2. Landasan Kultural

3. Landasan Yuridis

4. Landasan Filosofis


Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual yang  penuh tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang  profesi masing  –  masing.

B. Saran-saran


Sebagai mahasiswa, penurus bangsa sebaikanya kita mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar apa yang diharapakan oleh pahlawan-pahlawan terdahulu dapat terwujud dan pengorbanan mereka tidak sia-sia.

























DAFTAR PUSTAKA



Kaelan, 2014, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta